Penegakan hukum, keadilan, dan kebenaran sedang bergejolak hebat karena para penegak hukum berkelahi. Mereka saling menuduh sebagai penjahat. Padahal mereka orang-orang yang bertugas menegakkan kebenaran.
Salah satu gambaran paling suram dalam dunia penegakan hukum--dan sampai sekarang berlangsung--adalah dominasi tafsir hukum oleh aparatur penegak hukum itu sendiri. Itulah sebabnya yang selalu kentara adalah kejahatan, sementara penjahatnya sulit ditemukan.
Inilah negara yang penuh dengan kejahatan, tetapi tidak ada penjahatnya.
Awan kelabu dalam dunia penegakan hukum yang sekarang sedang merundung adalah perseteruan antara kepolisian dan Komisi Pemberantasan Korupsi. Walaupun polisi membantah tengah berseteru dengan KPK, rentetan kejadian akhir-akhir ini justru mempertegas apa yang selalu dibantah.
Yang paling akhir adalah penahanan oleh polisi terhadap Chandra Hamzah dan Bibit Samad Rianto, kemarin. Dua pemimpin KPK yang dinonaktifkan karena sedang menjadi tersangka dalam kasus penyalahgunaan wewenang ditahan hanya berselang beberapa saat setelah Mahkamah Konstitusi membatalkan status pemberhentian sementara keduanya sampai dengan putusan yang berkekuatan hukum tetap.
Padahal, Bibit dan Chandra sudah ditetapkan tersangka sejak Juli. Hingga kemarin mereka berdua kooperatif menjalani pemeriksaan dan taat menjalankan wajib lapor.
Jika dilihat dari sisi kepatuhan tersangka, tidak ada alasan polisi untuk menahannya. Walaupun kewenangan itu ada. Dengan demikian, yang menjadi pertanyaan adalah demi kepentingan apakah Chandra dan Bibit ditahan?
Adalah sangat beralasan ketika publik menilai polisi dan KPK sedang berkelahi. Keduanya sedang saling mengusut karena tercium melakukan perbuatan melawan hukum.
KPK mengendus kepolisian karena ada indikasi persekongkolan dalam kasus dana Bank Century. Sebaliknya, polisi mengintip KPK karena diduga menerima suap dari Anggoro Widjaja, tersangka yang kini buron. Karena sama-sama tidak ingin tertangkap basah, keduanya berlomba-lomba untuk saling menyalahkan.
Yang lebih menghebohkan lagi adalah beredarnya rekaman tentang pembicaraan antara Anggodo Widjaja, adik Anggoro, dan sejumlah pejabat tinggi Kejaksaan Agung. Isi pembicaraan menyerempet nama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan petinggi kepolisian.
Pembicaraan itulah yang sekarang dianggap sebagai sebuah rekayasa untuk mengkriminalisasi KPK. Sebuah upaya untuk menggembosi lembaga yang diberi wewenang besar memberantas korupsi di negeri ini.
Sampai pada titik ini, masalahnya tidak lagi semata pada pertikaian antara polisi dan KPK. Kalau isi rekaman itu ternyata benar, itu adalah tragedi bagi penegakan hukum dan demokrasi di negeri ini.
Karena memperlihatkan dengan sangat jelas tabiat lama bahwa kekuasaan tidak ingin dikontrol dan dipersalahkan. Kita membenci rezim kekuasaan lama karena terjadi kartel eksekutif, yudikatif, dan legislatif.
Rangkaian kasus yang menimpa KPK sekarang memperlihatkan kita sedang berbalik arah ke belakang. Kembali ke masa lalu dengan kekuasaan tidak mau dikontrol dan dipersalahkan. (Sumber: Media Indonesia Jumat, 30 Oktober 2009)
DEMI APA KEDUANYA DITAHAN?
Diposting oleh
Komunitas Pembelajar
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar