Sejak sudah menikah Toni merasa pekerjaannya sebagai penggarap sawah di kampung sangat tidak mencukupi biaya kebutuhan sehari-hari. Apalagi sawah yang digarapnya itu adalah milik orang lain. Toni hanya menunggu pembagian dari hasil panen. Gelisah Toni semakin memuncak tatkala istrinya sudah mulai berbadan dua.
Akhirnya Toni pun mengambil sikap, berbekal ijazah MAN dia hijrah ke kota mengadu nasib. Di kota itu Toni menemui pamannya yang kebetulan menjabat sebagai anggota DPRD. Toni bermaksud meminta pertolongan kepada pamannya untuk mencarikannya pekerjaan.
“Paman, tolong paman ... sebentar lagi saya akan punya anak sementara pekerjaan saya tidak menentu. Saya takut jangan-jangan saya tidak mampu membiayai anak isteriku kelak,“ pinta Toni pada pamannya.
“Kamu punya ijazah apa?“ kata pamanya. “Ijazah MAN paman, setingkat SMA,“ jawab Toni.
Setelah berpikir beberapa saat, Sang Paman pun berkata, “Lebih baik begini, kamu paman masukkan saja menjadi pengurus partai politik. Sebentar lagi kan pemilihan calon anggota DPR. Nah, nanti kau akan maju menjadi caleg. Kalau beruntung kamu bisa menjadi anggota DPRD seperti paman dengan gaji sampai puluhan juta rupiah. Kalau perjalanan karirmu bagus suatu saat kamu bisa menjadi Bupati, Gubernur, Wakil Presiden, dan selangkah lagi bisa jadi Presiden. Dengan begitu, kau bersama anak dan isterimu akan bisa hidup enak.“
“Wah ... itu terlalu tinggi paman untuk ukuran orang seperti saya. Lebih baik itu saja paman, jadi guru honor saja di SD,“ jawab Toni.
“Hehehe ... tidak bisa Toni ... jadi guru itu harus sarjana. Kamu kan hanya punya ijazah SMA ... harus kuliah dulu,“ kata pamannya.
Pembaca yang budiman, ilustrasi di atas menggambarkan pandangan sebagian orang yang memaknai era ini sebagai zaman kesempatan. Dengan bekal harapan, mereka berlomba menjadi caleg . . . tanpa bercermin kemampuan apa yang dia miliki.
Betapa ironisnya, untuk menjadi guru honor ditingkat sekolah formal paling rendah harus berbekal ijazah sarjana. Sementara untuk menjadi anggota DPRD yang notabene sebagai pihak pembuat aturan, termasuk aturan yang akan dijalankan oleh guru honor tadi tidak perlu berijazah sarjana. Ijazah SMA saja sudah cukup.
Benar-benar sebuah aturan yang aneh bin ajaib. Karena itu saudaraku ... jika pada pemilihan anggota legislatif yang lalu, anda memilih wakil anda atas dasar ikatan primordial tanpa melihat kemampuan dasar yang dimiliki caleg tersebut ... maka andalah orang paling aneh di jagad raya ketika berharap perubahan yang lebih baik. Terima saja apa adanya. Dilarang protes, karena anda sendirilah yang membuat benang menjadi kusut.
ZAMAN KESEMPATAN
Diposting oleh
Komunitas Pembelajar
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar