By : Mila Viendyasari, S.Sos, M.Si
Kasus I
Dari Tahun 2002 sampai dengan tahun 2025 Konsumsi Energi Primer akan naik sampai kurang lebih 6 kali lipat pada skenario tanpa ’Konservasi Energi’.
Seiring dengan pertumbuhan penduduk, pengembangan wilayah, dan pembangunan dari tahun ke tahun, kebutuhan akan pemenuhan energi listrik dan juga bahan bakar lain secara nasional pun semakin besar. Selama ini kebutuhan energi dunia dipenuhi oleh sumber daya tak terbaharukan seperti minyak bumi dan batu bara. Indonesia diramalkan pada tahun 2025 konsumsi Energi Primer naik sampai 6 kali lipat sejak tahun 2002 apabila tidak dilakukan ’Konservasi Energi’
Oleh karena itu, pemerintah dan banyak pihak telah menggaungkan himbauan efisiensi dan efektifitas kerja guna menekan penggunaan Energi Primer. Pemerintah telah mengeluarkan Kebijakan Nasional mengenai Program Konservasi Energi pada Pepres 5 Tahun 2005 yang menetapkan beberapa sasaran untuk tahun 2025 yaitu antara lain :
a. tercapainya elastisitas energi lebih kecil 1 (satu)
b. terwujudnya energi (primer) mix yang optimal, dengan pangsa masing-masing jenis energi:
Minyak bumi sebesar-besarnya 20%
Batubara minimal 33%
Gas bumi minimal 30%
Energi baru terbarukan minimal 17%
Instruksi Presiden No. 10 Tahun 2005 tentang Penghematan Energi serta Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 0031 Tahun 2005 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penghematan Energi, selain itu Presiden juga telah menetapkan Undang-undang No. 30 tahun 2007 tentang Energi, Undang – undang ini menghimbau pengembangan Energi Terbarukan dan penerapan konservasi energi secara nasional melalui insentif dan kemudahan, serta penetapan kewajiban bagi pengusaha energi skala besar yang akan ditetapkan lebih lanjut dengan suatu Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden.
Memang benar, secara normatif, menghemat konsumsi energi khususnya penggunaan minyak BBM adalah salah satu pilihan bijak. Namun, sebenarnya ada hal yang lebih sistemik, rasional dan berjangka panjang untuk mengurangi secara signifikan konsumsi energi tersebut yakni dengan pemanfaatan sumber energi terbarukan menjadi solusi di masa datang untuk pemenuhan kebutuhan energi yang semakin lama semakin besar. Sumber daya energi terbarukan memiliki keunggulan yakni bisa diproduksi dalam jangka waktu yang relatif lebih singkat jika dibandingkan dengan Indonesia sesungguhnya memiliki potensi sumber energi terbarukan dalam jumlah besar. Beberapa diantaranya bisa segera diterapkan di tanah air, seperti: bioethanol sebagai pengganti bensin, biodiesel untuk pengganti solar, tenaga panas bumi, mikrohidro, tenaga surya, tenaga angin, bahkan sampah/limbah pun bisa digunakan untuk membangkitkan listrik. Hampir semua sumber energi tersebut sudah dicoba diterapkan dalam skala kecil di tanah air. Momentum krisis BBM saat ini merupakan waktu yang tepat untuk menata dan menerapkan dengan serius berbagai potensi tersebut. Meski saat ini sangat sulit untuk melakukan substitusi total terhadap bahan bakar fosil, namun implementasi sumber energi terbarukan sangat penting untuk segera dimulai.
Kasus II
Bauran Energi Primer
Energi merupakan salah satu faktor penting dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. Energi merupakan urat nadi ekonomi, khususnya sektor industri, transportasi, dan rumah tangga. Ketersediaan atau pasokan energi di suatu daerah akan menentukan daya tarik daerah tersebut bagi investasi. Energi bagi masyarakat, dalam bentuk listrik untuk penerangan dan lain-lain, dalam bentuk bahan bakar untuk memasak, sangat menentukan kehidupan masyarakat, dalam upaya memenuhi hajat hidupnya, berkomunikasi dan mengakses informasi, meningkatkan sarana pendidikan yang akan mempengaruhi upaya penanggulangan kemiskinan. Sumber dan akses energi merupakan salah satu faktor terpenting dalam pembangunan sehingga isu ketahanan energi menjadi isu yang sangat strategis dalam pembangunan.
Mengingat semakin terbatasnya minyak bumi di Indonesia, Pemerintah mengeluarkan kebijakan energi yang mengurangi ketergantungan terhadap minyak bumi, menitikberatkan pada pemanfaatan energi alternatif dan mendorong efisiensi di sector energi, Pepres 5 Tahun 2005 yang menetapkan beberapa sasaran untuk tahun 2025 yaitu antara lain :
a. tercapainya elastisitas energi lebih kecil 1 (satu)
b. terwujudnya energi (primer) mix yang optimal, dengan pangsa masing-masing jenis energi:
Minyak bumi sebesar-besarnya 20%
Batubara minimal 33%
Gas bumi minimal 30%
Energi baru terbarukan minimal 17%
Saat ini pengembangan sumber energi terbarukan umumnya ditujukan pada penyediaan energi di daerah terpencil atau yang belum memiliki akses pada sumber energi komersial seperti listrik PLN atau BBM. Energi terbarukan dimanfaatkan antara lain untuk pembangkitan listrik, pompa, pendingin, pengering, kegiatan memasak, telekomunikasi, pemanasan atau penyaringan air dan sebagainya. Namun sebenarnya beberapa Sumber Energi Terbarukan yang dapat dikembangkan untuk daerah yang lebih luas (skala Nasional) seperti PLTA dan Panas Bumi.
Sebagai negara yang terletak di daerah ring of fire, Indonesia diperkirakan memiliki cadangan tenaga panas bumi tak kurang dari 27 GW. Jumlah tersebut tidak jauh dari daya total pembangkitan listrik nasional yang saat ini mencapai 39.5 GW. Pemanfaatan tenaga panas bumi di Indonesia masih sangat rendah, yakni sekitar 3%. Tenaga panas bumi berasal dari magma (yang temperaturnya bisa mencapai ribuan derajad celcius).
Selama ini pengembangan Energi Terbarukan masih mengalami banyak kendala, maka untuk meningkatkan pengembangan ET ini diperlukan insentif dan kemudahan pembiayaan dari pemerintah atau melalui model pembiayaan public-privatepartnership, karena dalam aplikasi pengembangan ET ini pemerintah tidak dapat menjalankannya sendiri, pemerintah sangat memerlukan dukungan dan kerjasama dari Pihak Swasta. Dengan adanya insentif maupun kemudahan pembiayaan diharapkan dapat meningkatkan minat swasta untuk berinvestasi di Bidang ini.
Pada Pepres No. 5 tahun 2005 sasaran untuk tahun 2025, Pemanfaatan Energi Terbarukan minimal 17% diharapkan dapat dihasilkan melalui Bahan Bakar Nabati, Panas Bumi, Biomasa, Nuklir, Angin, Air, Surya, dan Batu bara yang dicairkan. Penggunaan sumber energi terbarukan yang ramah lingkungan juga berarti menyelamatkan lingkungan hidup dari berbagai dampak buruk yang ditimbulkan akibat penggunaan BBM. Terdapat beberapa sumber energi terbarukan dan ramah lingkungan yang bisa diterapkan segera di tanah air, seperti bioethanol, biodiesel, tenaga panas bumi, tenaga surya, mikrohidro, tenaga angin, dan sampah/limbah. Kerjasama antar Departemen Teknis serta dukungan dari industri dan masyarakat sangat penting untuk mewujudkan implementasi sumber energi terbarukan tersebut.
Kasus III
Harga minyak bumi yang terus melonjak
Pada Juni 2009 harga minyak dunia telah mencapai USD 66 /barel, minyak dunia dalam beberapa tahun ke depan masih akan relatif tinggi seiring terus meningkatnya permintaan dan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) dunia. Hal ini dikarenakan, pasokan minyak dunia belum bisa mengikuti peningkatan permintaan dan konsumsi tersebut.
Kenaikan harga minyak dunia tahun 2005 yang menyebabkan Pemerintah terpaksa menaikkan harga BBM sebesar rata-rata 100% pada 1 Oktober 2005, menyebabkan inflasi yang cukup tajam di tahun 2005 sebesar 17,11% namun dapat lebih terkendali di 2006 menjadi sekitar 6,6%. Inflasi ini telah menaikkan ongkos transportasi umum yang kemudian mendorong peningkatan harga umum akibat naiknya biaya transportasi. Bersamaan dengan naiknya harga BBM, terjadi berbagai gangguan dalam pengadaan BBM seperti langkanya solar, bensin, dan bahkan minyak tanah dari pasar di beberapa daerah, yang berdampak pada kehidupan sehari-hari masyarakat.
Dari segi kelistrikan, tarif BBM yang membubung tinggi juga menyebabkan membengkaknya komponen biaya BBM pembangkit-pembangkit listrik PLN dan mitra kerjanya, menjadi sekitar 40%, yang membebani perusahaan. Kondisi ini mendorong Pemerintah mengambil kebijakan berupa Program Percepatan Pengadaan Listrik 20.000 MW (10.000 MW di Pulau Jawa) 2006-2009/2010, yang bertumpu pada pemanfaatan batubara yang diharapkan akan menurunkan biaya komponen bahan bakar dalam pembangkitan listrik PLN. Namun demikian, pemanfaatan batu bara berpotensi meningkatkan pencemaran udara, meningkatkan gas rumah kaca ke atmosfer, dan hujan asam. Sementara itu, lingkungan di lokasi tambang semakin rusak akibat peningkatan aktivitas penambangan batu bara. Kondisi ini memang belum dirasakan pada 2006. Saat ini baru pada munculnya prokontra pemanfaatan batu bara dan diperkirakan akan terus berlanjut, Pengembangan energi terbarukan masih terus diupayakan walaupun belum dapat menjawab tantangan penyediaan energi masa depan karena kendala teknis dan finansial.
Kebijakan Energi Nasional yang dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2006 mencerminkan adanya keinginan politik jangka panjang (2025) untuk mengembangkan energi yang lebih bersih. Indonesia sudah saat untuk mengikuti ‘success story’ dari Negara – Negara lain seperti Brazil yang telah sukses memproduksi Bioethanol. Biothanol adalah ethanol yang diproduksi dari tumbuhan. Brazil yang juga merupakan Negara tropis seperti Indonesia telah sukses dengan 320 pabrik bioethanol saat ini telah menjadi negara terkemuka dalam penggunaan serta ekspor bioethanol saat ini. Di tahun 1990-an, bioethanol di Brazil telah menggantikan 50% kebutuhan bensin untuk keperluan transportasi, ini jelas sebuah angka yang sangat fantastis untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan minyak bumi.
Untuk mengurangi ketergantungan terhadap Minyak Bumi, Bioethanol merupakan solusi yang baik karena tehnologinya dinilai sudah matang, Bioethanol tidak saja menjadi alternatif yang sangat menarik untuk substitusi bensin, namun dia mampu menurunkan emisi CO2 hingga 18% di Brazil. Dalam hal prestasi mesin, bioethanol dan gasohol (kombinasi bioethanol dan bensin) tidak kalah dengan bensin, bahkan dalam beberapa hal, bioethanol dan gasohol lebih baik dari bensin. Bioethanol bisa didapat dari tanaman seperti tebu, jagung, singkong, ubi, dan sagu ini merupakan jenis tanaman yang umum dikenal para petani di tanah air. Tanaman – tanaman ini merupakan tanaman yang juga dapat ditanam di Indonesia, sehingga hal ini sangat mungkin untuk dilakukan di Negara kita.
Alternatif lain adalah biodiesel telah digunakan di beberapa negara, seperti Brazil dan Amerika, sebagai pengganti solar. Biodiesel didapatkan dari minyak tumbuhan seperti sawit, kelapa, jarak pagar, kapok, dan sebagainya. Beberapa lembaga riset di Indonesia telah mampu menghasilkan dan menggunakan biodiesel sebagai pengganti solar, misalnya BPPT serta Pusat Penelitian Pendayagunaan Sumber Daya Alam dan Pelestarian Lingkungan ITB. Kandungan sulfur yang relatif rendah serta angka cetane yang lebih tinggi menambah daya tarik penggunaan biodiesel dibandingkan solar. Seperti telah diketahui, tingginya kandungan sulfur merupakan salah satu kendala dalam penggunaan mesin diesel, misalnya di Amerika. Serupa dengan produksi bioethanol, pemanfaatan bagian tanaman yang tidak digunakan dalam produksi biodiesel perlu mendapatkan perhatian serius. Dengan kerjasama yang erat antara pemerintah, industri, dan masyarakat, bioethanol dan biodiesel merupakan dua kandidat yang bisa segera diimplementasikan untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil.
Tentu saja untuk mengimplementasikan hal ini diperlukan waktu dan sumber daya yang besar khususnya dalam hal finansial, namun hal ini tidak dapat ditunda – tunda lagi, karena diperkirakan dalam 25 tahun Indonesia menjadi salah satu negara yang akan mengalami krisis Minyak Bumi.
Masalah krisis Energi merupakan masalah besar yang akan dihadapi oleh Bangsa ini, Pemerintah dalam hal ini memiliki kemampuan yang terbatas untuk mengatasinya, pihak Swasta, LSM dan juga Lembaga Pendidikan diharapkan dapat membantu pemerintah untuk melakukan investasi maupun R & D (Research & Development) agar Energi Terbarukan dapat dikembangkan dengan baik di Indonesia.
Perhatian terhadap isu perubahan iklim juga ikut mendorong pemanfaatan energi terbarukan dan konservasi energi yang digolongkan sebagai energi bersih dalam upaya upaya mitigasi melalui mekanisme perdagangan karbon. Salah satu mekanisme perdagangan karbon yang diperkenalkan oleh Protokol Kyoto adalah Clean Development Mechanism (CDM). Mekanisme perdagangan karbon ini membuka peluang bagi pelaku energi di daerah untuk membiayai kegiatan energi terbarukan di daerah. CDM ini dapat dijadikan salah satu solusi pendanaan untuk proyek energi terbarukan di Indonesia. Sejumlah negara-negara yang berkepentingan dengan CDM telah melakukan dengan pendekatan dengan pelaku energi di daerah untuk menerapkan CDM pada proyek-proyek energi terbarukan dan konservasi energi.
Selain itu hal yang sangat penting adalah mengenai Sosialisasi mengenai apa yang akan terjadi di masa yang akan datang dan seperti apa solusinya mengenai krisis energi ini. Menurut penulis saat ini sangat sedikit masyarakat yang sadar betul akan perlunya hemat energi, beberapa iklan melalui media masa sudah terlaksana dengan pesan “Menghimbau agar masyarakat lebih berhemat dalam menggunakan sumber energi” namun hal ini tidak cukup, karena masyarakat perlu disadarkan juga mengenai permasalahan dimasa datang, mengenai gambaran masa depan apabila kelangkaan minyak bumi terjadi.
Informasi dan Edukasi sangat penting dilakukan untuk menyampaikan pesan mengenai Hemat Energi, menurut penulis alangkah baiknya apabila sejak dini masyarakat Indonesia telah dikenali mengenai “Energi Manajemen” untuk kehidupan sehari – hari. Anak – anak sejak di sekolah dasar dikenali dengan cara penggunaan energi dengan baik, teknologi – teknologi sederhana mengenai teknologi Energi Terbarukan, ‘Green Energy’ dan sebagainya. Diharapkan dengan informasi dan edukasi sejak dini, generasi penerus bangsa akan menjadi generasi yang lebih peduli dengan Konservasi Energi dan pengembangan Energi Terbarukan sebagai solusi krisis energi di Masa Depan. .
The Reference :
1. DJLPE, 2006. Direktori Energi Baru dan Terbarukan
2. Website dan presentasi Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi, 2007
3. GTZ, 2009. Evaluasi Terhadap Program Desa Mandiri
4. Website Komisi Nasional Mekaniseme Pembangunan Bersih, 2007.
5. http://mediadata.co.id : Daftar Perundang – Undangan dan Kebijakan Pemerintah RI dalam Pengembangan Bahan Bakar Nabati.
6. Kementerian Lingkungan Hidup, 2006. Status Lingkungan Hidup Indonesia 2006
7. Panduan Pengembangan Desa Mandiri Energi, Program Desa Mandiri Energi, 2009
Selengkapnya...
What should be done ?
Global Warming dan Hutang Indonesia
Mila Viendyasari,S.Sos,M.Si
Hari ini saya membaca beberapa artikel dan buku mengenai Global Warming yg kini semakin menjadi fokus perhatian dunia..dari pada dibilang kuper :o) ada bbrp hal yg jadi perhatian saya...bahwa ternyata Global Warming ada sangkut pautnya sama Hutang Indonesia...
Meningkatnya Global Warming sungguh sangat memprihatinkan masa depan bumi,jika hal ini tdk dpt diatasi akibatnya sangat fatal,lapisan es d kutub akan mencair dan permukaan air laut akan naik,gelombang panas pun akan mengacaukan iklim dan menimbulkan badai dahsyat yg akan memporandakan banyak tempat...mungkin ini yg dikatakan gejala End of Days..
Negara-negara saling tuding menuding siapa yg jadi biang kerok dari smua ini,negara berkembang merasa emisi karbon dioksida yg berasal dari pabrik dan kendaraan di negara maju-lah biang keroknya,sedangkan negara2 maju menyalahkan negara2 berkembang yg tidak memperhatikan lingkungan,merusak hutan seenaknya,tehnologi industri dan kendaraan bermotor yg sistem pembakarannya kadaluarsa membuat emisi gas karbon dioksida sangat besar....iya juga sih...tapi memang sudah menjadi. lingkaran setan krn semua negara adalah biang kerok masalah ini.
Berbagai konferensi dibuat unt membahas masalah ini,Earth Summit Rio 1992 dsb...konferensi spt ini pastinya diprakarsai oleh negara2 maju,tapi yang membuat saya heran,ternyata World Bank dan IMF banyak memberi bantuan unt relokasi para transmigran dg membabat hutan (land clearing),membiayai proyek pembangunan bendungan raksasa, dsb
Hutan salah satu yg dijadikan pertaruhan mengucurnya uang dari lembaga2 keuangan internasional spt CGI,IMF dan World bank. Dalam 12 komitmen yg dijadikan syarat IMF dan CGI unt suntikan dana adalah pencegahan penebangan liar, tapi melalui Letter of Intent (LOI) 15 januari 1998,IMF mendesak Indonesia unt membuka ekspor Log (kayu),bdskan fakta ini desakan IMF unt membuka kran ekspor Log memicu kerusakan hutan yang semakin parah. Di Indonesia,hal ini menimbulkan gelombang pencurian kayu besar-besaran...mungkin bukan pencurian lagi namanya tapi perampokan..sejak tahun 1998 itu,kerusakan hutan di Ind semakin parah, yaitu sekitar 1.8jt hektar tiap tahun,pdhal sebelum 1998 kerusakan hutan sekitar 1 juta hektar.
Selain itu IMF juga memaksa pemerintah Ind meliberalisasi industri perkebunan sawit,akibatnya makin banyak areal hutan yg dikonversi menjadi perkebunan sawit..apesnya lagi sekarang perkebunan2 itu sudah banyak yg pindah ke pengusaha asing...capee deehh :o(
Ketika republik ini mengemis kepada IMF unt mencairkan pinjaman yg telah dijanjikan sebesar 400juta dolat AS,saat itu juga,Indonesia kehilangan pendapatan pajak 4 milyar dollar tiap tahun sejak 1998 akibat penebangan liar....gimana tuh ? Gawat banget ya ? Itu baru kerugian finansial,belum kehitung lagi kerugian kr ekosistem yg rusak parah..belum lagi kerugian yg akan ditanggung oleh anak cucu kita....
Pusing kan ??
Mulai sekarang kalau ada waktu luang dari pada main catur atau nongkrong d mall, lebih baik ajak teman-teman nanam pohon di lingkungan kita...gak papa sedikit paling tidak kita sudah melakukan sedikit aksi kepedulian unt bumi kita ini...1 MAN 1 TREE... !!
Selengkapnya...